Stats

24 Maret 2011

Susahnya Membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)Jakarta, Misi kemanusiaan di daerah konflik sering terkendala minimnya dukungan. Hal ini dialami juga oleh Medical Emergency Rescue Committe (MER-C), yang merasa tak didukung pemerintah ketika akan membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.

"Dengan atau tanpa dukungan pemerintah, pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza akan tetap jalan. Kami hanya menyesalkan pemerintah yang melupakan komitmen awal," ungkap ketua presidium MER-C, Jose Rizal Jurnalis saat dihubungi detikHealth, Selasa (22/3/2011).

Sikap Jose Rizal cukup beralasan, mengingat pada awalnya pemerintah sudah menunjukkan dukungannya terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, Palestina. Sejak pertengahan tahun 2009, rencana pembangunan rumah sakit yang akan difungsikan sebagai trauma center dan pusat rehabilitasi ini sudah dibicarakan di tingkat menteri.

Namun harapan Jose Rizal untuk mendapat dukungan dana dari pemerintah seakan kandas ketika pada Februari 2010, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menandatangani perjanjian kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB). Dana yang sedianya akan disumbangkan untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia, dialihkan untuk membangun cardiac center yang berlokasi di Gaza City.

Dalam rilisnya waktu itu, Menkes berdalih bahwa pembangunan Rumah Sakit Indonesia terkendala masalah tanah. Padahal menurut Jose Rizal, sejak tahun 2009 MER-C telah mendapatkan tanah wakaf dari pemerintah Palestina untuk membangun rumah sakit di perbatasan Gaza Utara dengan Israel.

Masalah perizinan juga sudah tidak ada masalah, karena menurut Jose Rizal rencana ini cukup didukung oleh Kementerian Kesehatan Palestina. Bisa dipahami karena saat ini hanya ada 1 rumah sakit di lokasi yang tergolong rawan konflik tersebut, sehingga sangat tidak memadai ketika terjadi peperangan.

Dari negara lain, Jose Rizal mengatakan hingga kini belum ada yang berani menjalankan misi kemanusiaan di wilayah tersebut apalagi untuk membangun rumah sakit. Selain sulit mendapatkan bahan bangunan, kondisi wilayah yang sehari-hari dilanda konflik membuat siapapun tidak akan betah tinggal di Gaza Utara.

"Sementara 7 orang relawan kami sudah 8 bulan tinggal di sana, menjalankan misi kemanusiaan tanpa dibayar sepeserpun. Dana yang kami gunakan sepenuhnya murni dari sumbangan rakyat Indonesia, tidak ada dana asing sama sekali," ungkap Jose Rizal.

Andai pemerintah benar-benar tidak membantu, Jose Rizal bertekad tetap akan melanjutkan rencana pembangungan Rumah Sakit Indonesia yang saat ini sudah memasuki tahap pelelangan tender. Sedikitnya 5 kontraktor sudah menunjukkan minatnya, sementara MER-C sendiri masih memiliki dana sekitar Rp 15 miliar.

"Perhitungan awal kami dana Rp 15 miliar cukup untuk membiayai proyek ini, bantuan dari pemerintah Indonesia tadinya hanya untuk finishing saja. Tapi karena ada penambahan basement untuk memenuhi standar keamanan daerah konflik, kami masih butuh tambahan dana sekitar Rp 30 miliar," ungkap Sekretaris Eksekutif MER-C, Rima Manzanaris.

(up/ir)


View the Original article

0 komentar

Posting Komentar